Rabu, 26 Agustus 2009

catatan kecil beberapa waktu blakangan....


kyakny cita - cita buat njadi penulis fiksi makin menjadi jadi. ga tau mau yang kayak apa. tapi yang pasti awalnya blog ini mau gw jadiin buku catetan doang... eh, malah ajang posting cerpen. koment lumayanlah dari fesbuk dan itu emang jadi motivasi.
skrang gw lagi bikin serial... ceritanya siy temen - temen gw juga. udah jadi 3 chapter. tar insya allah gw posting, secara itu cerpen2 edarnya d fb doang...

eh, blakangan gw juga pengen jadi dosen. jadi kayaknya keren tuh dosen sambil nulis. minggu depan juga buletin gw d kampus kayaknya bkal meluncur. sinergi baru. mklum hidup di kampung. hhheee....

koment positifnya yaa.... buat nulis fiksi yang handal. tar gw posting serial gw. judulnya agak agak aneh " serial pasukan umbeng dan dunia kecil - kecilan. hhheeeee....
semuanya gara - gara temen2 sepergilaan gw... mereka aneh dan menyebut diri mereka pasukan umbeng.... ( tuh gw pamer foto pasukan umbeng dari awal. disitu siy normal. tapi tar liat ajahkalo gw udah posting serialnya. )

tungguin gw !

cerpen : ... dan kita bukan dua orong tolol


Dia bertanya sampai kapan aku akan mengenakan celana jeans, berkaos, berambut gondrong, brewokan dan yang paling klise, kapan aku berhenti merokok. Dia baru saja pulang, melempar tas jinjing LV 6 jutanya ke sova dan ikut ambruk setelahnya. Seperti biasa aku tak menjawab, alih – alih untuk menggubrispun tidak. Tapi aku juga tak berniat apalagi sampai berfikir untuk mengelak ataupun berkilah, karena seperti biasa aku hanya menatapnya dan tersenyum betapa sudah sepuluh tahun lebih pertanyaan itu hadir dan selalu dengan skema yang sama. Jeans, kaos, rambut gondrong, brewok dan rokok. Susunannya tak pernah berubah dan sebelum kalimat yang tidak pernah berubah berikutnya keluar karena kembali hanya menemukan aku yang memandangi wajahnya dan tersenyum, aku cepat – cepat memotongnya.

“ kalo kamu ga ikutin mau aku. Aku bakalan pergi ninggalin kamu “

Mata kami bertemu dan dia tak mampu menahan.

“ dasar keras kepala. ga pernah mau dengerin apa kata aku dan skarang malah bisanya cuma ngejek “

“ aku bener – bener bakal ninggalin kamu “

Aku berusaha menahan senyumku berikutnya, merubahnya dengan aksi “ehem – ehem“ demi menyembunyikan kenyataan menggelitik karena kalimat terakhirnya juga sama banyaknya diucapkan dengan pertanyaan - pertanyaan dan ancaman yang diberikannya perihal semua hal yang tak pernah tulus diterimanya. Tapi kenyataannya dia selalu pulang. Lebih cepat dihari senin, rabu, jumat dan selalu terlambat dihari – hari selain hari – hari itu. Tapi sekali lagi dia selalu pulang. pulang dengan membawa aroma yang paling sensitif untuk aku baui, Membawa raut simpati yang selalu aku senangi dan tentu saja pribadi terdekat yang dengan biasa – biasa saja kujadikan sasaran untuk mencemplungkan diri dengan seribu satu ide dan cerita.

Seperti biasa aku menemukan bibirnya masih tetap merah merekah, matanya masih berkilau cemerlang walaupun setengah tubuhnya reot di sandaran sova. Sebuah kenyataan bertahun – tahun yang tak pernah mampu terelakkan betapa aku memang tidak pernah tidak tertarik padanya. Selalu tertarik dan bahkan saking dalamnya aku sendiri kini tak mampu lagi mengukur dikedalaman berapa aku berada. Aku telah Jauh meninggalkan batas. Dilapisan langit keberapa atau dizona laut yang seperti apa aku berada, aku benar – benar tidak tahu.

Kadang aku meyakinkan diri dengan asumsi bahwa telah begitu banyak batas yang kami lewati. Telah banyak juga situasi sulit yang kami selesaikan dengan alasan. Alasan sederhana yang bagi kami, aku dan dia adalah masuk akal. Tak ada lagi batas, tak ada lagi situasi yang tak mampu kami lalui karena kami saling menginginkan satu sama lain.

Bagiku dia adalah alasan, dia adalah jawaban. Dia adalah alasan mengapa hidup seorang laki – laki biasa menjadi tidak biasa dan dia adalah jawaban atas pertanyaan apa yang mampu membuat laki – laki tidak biasa itu menjadi luar biasa. Dia adalah kalimat ambigu yang menghimpun kutub positif juga negatif dari yang laki – laki tidak biasa karena yang akhirnya merasa begitu luar biasa.

“ kamu ga bakal bisa terus - terusan hidup dengan caramu sendiri, menepikan semua kenyataan bahwa ada banyak orang lain disekitarmu dan kamu tak akan bisa terus menerus merasa aman dengan dunia kecil yang kau buat sendiri “

Bibir merah itu kembali basah dengan kalimat, mata cemerlang itu kembali menyoroti tubuhku yang kini sedikit demi sedikit memilih tenggelam dalam posisi setengah tidur. Aku tahu kali ini dia kembali berucap tentang harapan, berujar tentang keinginannya untuk melihat aku dapat hidup lebih baik sebagai orang yang dicintanya. Jalan kebersamaan kami telah begitu panjang. Panjang karena kami telah memulainya dengan titik pertemuan dan kedekatan dimasa remaja, menjalani cerita beranjak dewasa dengan perasaan tipis yang harus didera terpisahnya jarak dan waktu, pencarian juga pertemuan dalam kedewasaan dan sikap berbesar hati karena akhirnya kami hanya harus menerima kenyataan yang memang tak selamanya sesuai dengan harapan harapan kecil yang dipupuki hingga tumbuh besar dengar akar tunggal yang menjalarkan serabutnya disetiap jengkal petak lahan yang kami miliki.
“ dunia memang mengagumimu yang mereka sebut inspiring karena selalu berhasil membagi habis setiap serat cerita untuk disebut pelajaran. Dengan alasan itu juga sampai detik ini aku selalu ingin menjadi bagian terpenting dari kisah hidup yang akan kamu bagi kepada banyak orang. Setiap malam suaramu selalu dinantikan banyak orang. Mereka yang mendaulatmu sebagai lagu tidur terbaik yang mereka miliki, mereka yang mendaulatmu sebagai puisi terindah yang akan mereka resapi. Juga mereka yang mengukuhkanmu sebagai guru hidup yang akan selalu berbagi cerita – cerita berharga untuk bekal mereka diesok pagi. Aku juga ingin mendengarkan siaranmu seperti dulu. Seperti sebelum semua kenyataan ini kita terima sebagai takdir “

Sampai disini aku tahu ada yang tak biasa. Ada yang tak wajar diluar pertanyaan, ancaman juga harapan yang berulang kali disampaikannya setiap sore atau menjelang malam dipelukanku. Aku tahu dia tak pernah sedikitpun menyentil tentang masa lalu apalagi kenyataan yang sebenarnya karena begitulah inti dari kesepakatan yang kami buat.

“ jangan pernah bertanya mengapa kita begini, Jangan pernah peduli dengan kenyatan bahwa yang terbaik untuk kita saat ini hanya keadaan seperti ini dan jangan pernah juga menyalahkan keadaan maupun masa lalu karena semuanya benar – benar ada luar harapan kita masing – masing “
Dia hanya diam saat itu, merebahkan tubuhnya dalam dekapanku. Membuatku mengucapkan kalimat itu dengan hati – hati, sangat hati – hati. Membisikan dikupingnya dengan sangat pelan sambil berharap dia akan dengan cepat mengangguk. Aku baru saja berhasil menemukanya kembali, perpisahan membuat kami harus menata kembali perasaan masing – masing sehingga aku merasa cukup pantas untuk meragu. apakah penawaranku akan diterimanya ?. Keadaan yang telah berubah 180 derajat dari saat aku melepaskannya dulu membuatku semakin punya cukup alasan untuk ditolak. Tapi dengan pelan kemudian dia mengangguk, persis ketika semua pertanyaan dikepalaku ditutup dengan tanda tanya yang sangat besar.

“ aku sungguh – sungguh teramat sangat mencintaimu. Dari saat kita bertemu, dekat, bercinta lalu berpisah. Dan hari inipun disaat tuhan mempertemukan kita kembali, perasaan itu masih ada dan tak pernah berubah sedikitpun. Perasaanku masih tetap sama, aku masih tetap mencintaimu dan karna itu aku datang. Aku kembali padamu ‘aquila “

Sekat – sekat perpisahan itu seperti luruh dihantam badai. Kata demi kata yang keluar serasa mampu menjadi materi baru yang mengisi kekosongan energi dalam ruang hidupku. kali itu adalah kali kedua ketika kami betemu kembali setelah pada pertemuan sebelumnya kami hanya mampu mematung dari awal hingga akhir. Aku tahu semua yang terjadi pada hidupnya saat pertemuan kami yang pertama. Sebuah cerita pendek darinya membuatku terpaksa harus berbesar hati untuk menerima kenyataan dan kenyataan itu adalah alasan yang cukup kuat untuk membuatku tidak yakin kalau dia akan kembali memenuhi undangan makan malamku.

Semuanya diluar dugaanku. Dia datang, sendirian dan berdandan cantik sekali. Aku hanya mampu mematung didepan pintu ketika bel berbunyi dan dia tepat berdiri dihadapanku lalu berhamburan menubruk tubuhku. Dia memelukku, erat sekali. Pelan – pelan aku membalas pelukannya, menemukan kesadaran yang entah bersembunyi dibagian mana. Tanggisnya pecah dibahuku. Aku berusaha menenangkannya, menggiringnya bersandar di sova. Kukecup keningnya pelan, kubelai rambutnya, kugarisi lekuk wajahnya, kening hingga dagunya. Bibir kami bertemu, gemetar dan itulah ciuman pertama kami sejak terpisah hampir tujuh tahun lamanya.

Bagiku semuanya tetaplah sama seperti yang dikatakannya, tak ada apapun yang berubah. Hawa tubuhnya, kerlingan matanya, bau tubuhnya dan bahkan dia masih ingat benar nama panngilan yang diberikannya saat kami terjebak dalam evoria pelajaran astronomi yang membuat kami jatuh cinta pada kisah – kisah gugusan bintang. Dia memanggilku ‘Aquila yang berarti elang dan aku menamainya Corona Borealis yang berarti mahkota utara. Dan kalimat terakhirnya saat itu aku kembali percaya bahwa aku tetaplah menjadi elang yang terbang ke arah utara dimana mahkotaku berada.

Aku menuang segelas air putih, menimbulkan bunyi gemericik dan mendengarkan bunyinya hingga tetes terakhir. Aku memilih beranjak ke meja makan, meninggalkannya dan berharap situasi bisa kembali normal setelah jeda pendek yang aku ciptakan. Harus ada yang mengalah pada setiap gesekan – gesekan yang terjadi dalam hidup. Aku tak ingin mendesaknya untuk berkata jujur tentang apa yang terlintas dalam pikirannya hingga mengeluarkan kalimat penuh asumsi seperti itu. Aku hanya akan membuat situasi semakin panas dan terbakar adalah resiko yang akan terjadi apabila kupaksakan. Aku tak ingin kehilangannya sekali lagi atas dasar apapun.

Raut wajahnya berubah. Arak – arakan mendung berjejer menyelimuti matanya yang menurutku selalu cemerlang. Kusodorkan gelas berisi air putih yang kusedu khusus untuk menenangkan dirinya. Aku berharap dia meminumnya, tapi untuk bergerak saja sepertinya dia sungkan. Aku membuang tatapanku keluar jendela, mengalihkan kecemasan yang kudapati dari sorot matanya dan baru saja jariku menjentikkan korek api untuk menyalakan sebatang obat penenang, dia bergerak cepat dan berpindah tepat disampingku, menahan ibu jariku yang kembali akan menjentikan korek api.

“ aku bahagia ada didekatmu. Aku selalu mendambakan hidup bersamammu dengan situasi seperti apapun, hanya saja aku seperti tak punya daya untuk keluar dari lubang kecil tempat dimana aku bersembunyi. Aku tak pernah ingin semua ini berakhir, selamanya aku ingin tetap aman berada disampingmu tapi aku tak ingin terus mengerecoki hidupmu dengan menjadi benalu untukmu. Kamu berhak atas apa yang lebih pantas, kamu berhak atas apa yang lebih baik dan itu bukan aku. “
Tangannya kuat mencengkram bahuku, menjalarkan panas yang sudah coba kuminimalisir. Dia membakarku dengan kata – kata manis yang berakhir tragis. Aku merasa dia pura – pura tak mengenalku, melahirkan asumsi sendiri dan menikamku dengan tidak berfikir aku akan berdarah – darah setelah mendengarnya.

“ kamu bukan benalu. Kamu bukan orang yang membuat hidupku tak pantas aku banggakan. Kamu adalah setiap inci dari cerita yang berkejar – kejaran dikepalaku. Selalu berkejar – kejaran tak pernah berjalan. Aku tak menginginkan orang lain, aku Cuma ingin kamu “
Aku menghujam mata cemerlangnya yang kini kulihat dari sudut pandang yang lain. Dia terisak dan menangis. Terisak dan jelas kurekam. Suara terbata – bata.

“ aku memikirkanmu ‘ pram. Aku peduli dengan semua yang kau miliki dalam hidupmu. Tapi semua yang ada antara kita hanyalah pilihan tolol karena yang sepantasnya bukanlah seperti ini. Aku ingin kau lebih bisa memandang baik hidupmu, waktu terus berjalan dan cepat atau lambat kamu akan marah terhadap keadaan ini “

Mulutku terbungkam saat dia memilih berdiri, menyambar tas LV enam jutanya lalu bergerak kearah pintu. Aku sadar, selama ini aku hanya mampu menyaksikannya pulang. Bersama nya melewati sore hingga malam. Tapi aku tak pernah melihatnya dari malam hingga pagi. Aku tak pernah menyaksikannya pergi. Walaupun mampu melihatnya sepanjang hari adalah doa terbaik yang pernah selalu kupanjatkan dan kenyataan teristimewa yang aku miliki. Tapi ternyata aku hanya mampu melewati batas serta situasi
- situasi sulit dan semua itu adalah karenanya.

“ sejak situasinya berubah semua ini memang adalah pilihan yang tolol yang pernah ada. Tapi kita bukan dua orang totol ‘mi. kita saling menyayangi, kita saling menginginkan dan kamu paham benar itu “
Aku berusaha menahan langkahnya. Berusaha mengencangkan urat leher dengar meneriakan kenyataan yang sebenarnya dia pahami. Tapi dia terus melangkah dan aku tak kuasa untuk memburunya.

“ menurutku sebaiknya semua ini kita selesaikan sekarang ‘pram. Aku tak ingin melihatmu sakit dikemudian hari saat dunia kita tak lagi aman untuk kita. “ langkahnya berhenti dan dengan sedikit menoleh akhirnya apa yang aku takutkan terjadi “ aku tidak akan pernah kembali lagi padamu ‘pram “
Kudorong sisa – sisa hasrat dari nafas hidup yang membeku dalam beberapa menit terakhir, menyusulnya kedepan pintu tapi langkahnya konstan dan tak tertahankan. Dalam hati aku menghitung lirih, semoga dalam hitungan ketiga dia berbalik dan aku tahu dia tetap milikku tapi ternyata meleset. Tiga, emapt, lima dan tak ada lagi hitungan selanjutnya. Dia melangkah pasti dan aku tak kuasa mengejar karena dia yang menginginkan.

“ kalau kamu benar – benar tidak akan kembali lagi. Kalau kamu benar – benar tidak akan pernah pulang lagi kesini semoga itu bukan karena pertanyaan kamu yan tidak pernah aku jawab. Semoga itu juga bukan karena semua keinginan kamu yang tak aku penuhi karena sesungguhnya kamu tahu semua itu akan terjadi bila kamu tetap selamanya bersamaku dari pagi hingga pagi lagi, sepenjang hari, sepanjang waktu “

Dia terus melangkah lurus. Apa yang pecah dari bola matanya kutahu pasti mengucur deras. Aku tahu dia tetap ingin menangis dipelukku. Dan aku ingin sekali untuk tetap mampu meyakinkannya betapa aku baik – baik saja. Betapa aku tak akan pernah mengeluh dengan semua yang ada. Tapi ternyata yang aku hanya mampu terdiam dan merasa titik – titik air menggenangi kelopak mataku. dan akhirnya pecah juga.

---

Sebuah dus kecil didepan pintu membuatku bergegas melangkah. AKu hanya keluar kurang lebih sepuluh menit dan ketika keluar tadi tak ada apa – apa disana. Kuperhatikan dus yang terbungkus biasa tersebut. Meraih dan menggoyang – goyangnya penasaran hingga akhirnya tak mampu menahan dan memilih menyobek bungkusnya. Nafasku tercekat, dadaku tiba – tiba sesak, dan aku seperti tiba – tiba diserang asma. Sebuah baju hangat terlipat rapi didalam dus dan aku tahu siapa penggirimnya. Aku mencecerkan pandanganku ke berbagai sudut jalan dan berharap si pembawa kotak itu masih melihatku karena siapapun dia aku harus menanyakan beberapa hal.

Aku meraih baju hangat dengan bau yang sangat akrab itu dari tempatnya, sebuah amplop putih jatuh dari salah satu bagian. Semua ini benar – benar direncanakan. Dengan khidmat aku membuka amplop tersebut karena kutahu pengirimnya juga menginginkan aku tenang.

Pram’
Maaf aku menggusikmu lagi. Aku hanya ingin mengembalikan baju hangat pemberianmu. Ini satu – satunya barang yang tidak aku musnahkan karena berfikir untuk lebih baik dikembalikan padamu. Aku sudah bisa melupakanmu dan aku harap kau juga begitu. Anakku lahir dua bulan yang lalu. Abi kirim salam untukmu.


Surat pendek itu berakhir dengan lembaran berikut yang adalah gambar seorang bayi munggil didalam box tidur lengkap dengan ornament bintang – bintang. Bayi dua bulan itu tersenyum manis penuh pengertian.

Pelan – pelan kuhantarkan jasadku berdiri dan mengedarkan pandangku sekali lagi.

“ Perasaan ini memang terlalu tipis untuk melepasmu. Aku juga hanya mampu bersyukur jika bahagiamu adalah jawaban dari kepergianmu sebelas bulan yang lalu. Tapi semoga isi suratmu ini bukan kau buat hanya untuk menguatkanku. Aku akan tetap membujang dan memilih untuk tetap menjadi selingkuhanmu selamanya “

Aku berbicara pada baju hangat, surat dan gambar bayi munggil yang entah siapa namanya. Yaa allah, hati kecilku berdesis.

“ senyum anakmu seperti senyumku. Wajahnya juga “

---
Iphank dw
diposting juga di http://iphankdw.blogspot.com/

9.11 PM. 15.08.2009
( kalau bisa diriku menentukan takdir hidup ini, akan kutempatkan kau dirumah masa depan kita, bukan dilubang persembunyian kita sayang )

CERPEN : KATA IBU " Perempuan itu Kapal "


Kata ibu perempuan itu kapal. Laki – laki datang kedermaga, memilih kapal dan mengemudikannya ke laut bebas. Kata ibu, kapal itu harus kuat karena laut bebas yang akan diarungi itu sudah pasti luas dan laut luas itu sudah pasti buas dengan segala resiko sederhana yang ada didalamnya. Setiap kapal haruslah kuat untuk mampu menerima resiko yang akan dihadapinya. Hanya gelombang sajakah, badai besar atau malah mungkin tandas, karam dan tenggelam. Kata ibu perempuan itu kapal, dibawa pergi dengan hanya cukup diam dan menurut namun sebaik – baiknya kapal haruslah pandai – pandai bersyukur dan merasa yakin atas apa yang dimilikinya ketika harus melepas tali dari tautannya didermaga. Sekali lagi ibu bilang perempuan itu kapal dan aku adalah kapal yang ibu selalu bilang. Aku adalah perempuan dan aku adalah kapal. Begitu katanya.

Bagiku setiap kata yang meluncur dari bibir ibu adalah sabda. Suara alam yang menguatkanku betapa hidup sulit yang dengan kulit aku sentuh, dengan mata kurekam dan dengan hati aku cerna mampu menjadi pendar – pendar lampu yang menyala merah untuk melindungi dari gelap karena dinyalakan setelah magrib dan menjadi cahaya pertama yang dimiliki sebelum menjalani hari dibawah sinaran matahari karena dimatikan sebelum subuh. Bagiku ibu adalah nabi. Ibu adalah perasa, pemikir dan penentu tapi bagi ibu dengan filosofi ‘perempuan adalah kapal’ yang adalah ayat pertama dalam semua laku dan sikapnya ayahku adalah tuhan. Laki – laki yang datang kedermaga, memilihnya dan mengemudikannya ke laut luas.

Sering kali aku merasa kolot dengan semua asumsi ibu tentang perempuan yang adalah kapal. Bagiku zaman telah bertransformasi dengan segala macam paradigma baru dan perempuan tak lagi hanya bisa diam saja dan bisa menurut saja. Perempuan hari ini tak lagi harus dipaksakan untuk bersyukur atas apa yang sebenarnya membuatnya tertekan dan memendam sakit. Perempuan hari ini telah mampu berdiri sejajar dan duduk sama rata dengan laki – laki tapi aku selalu tak mampu memenangkan asumsi yang dikoar - koarkan media tentang kesetaraan gender tersebut. Begitu banyak yang kusentuh, begitu banyak yang kurekam dan begitu banyak juga yang kucerna dan kesemuanya itu adalah tentang ibu yang adalah kapal, tentang perempuan yang adalah kapal dan itu adalah alasan.

Kadang gamang aku melihat semua yang dimainkan ibu diatas pentasnya. Laut yang adalah misteri dijejalinya dengan pelan tapi pasti. Tak ada Tanya kecuali anggukan yang hadir bersamaan dengan kata ‘ya’ untuk semua permintaan. Dengan memilih menjadi kapal, ibu menjadi perempuan yang patuh dan menerima semua kejadian yang tergarisi dalam hidupnya. Tak ada belenggu patriarki dalam hidup perempuan yang ikhlas memilih menjadi kapal baginya.

Aku adalah anak kecil perempuan yang setiap paginya berdiri diam didepan pintu dapur menunggu ibu mengisi penuh bak mandi dan tempayan air minum dengan sebelumnya mengantri di tempat pengambilan air yang jaraknya seingatku lima rumah dari rumah kami lalu tergopoh –gopoh menjinjing bakul airnya sambil sekali – sekali berhenti ditengah perjalan untuk menyeka keringat dan membenarkan lengan bajunya yang sengaja digulung hingga tak adalagi tempat yang tak terisi dengan air lalu bergegas menyambar semua barang bawaanku dan melepasku didepan jalan untuk menumpang angkutan menuju mesjid raya tempat aku bersekolah.

Aku selalu menyentuh keletihannya dengan menggenggam tangan ibu yang kemerahan sehabis menenteng bakul air, aku merekam hampir semua yang yang diperankannya setiap hari. Ibu hanya dua kali bersamaku ke sekolah, yang pertama adalah ketika pertama kali aku masuk taman kanak – kanak tersebut dan yang kedua setahun kemudian ketika aku dinyatakan lulus dan berpindah ke sekolah dasar yang dipilihnya tidak jauh dari rumah. Ibu tak bisa setiap hari mengantarku kesekolah seperti orang tua murid lain, karena perempuan yang memilih menjadi kapal itu harus membanting adonan singkong berwarna merah muda dan dimasukan kedalam mesin yang diputar manual untuk menjadi gatuk yang akan dijualnya setiap pagi.
Mataku pelan – pelan terpejam. Seleksa wajah yang hidup dalam kenang nampak tersenyum seperti biasa. Ibu adalah kapal tangguh yang kuat menentang buasnya laut. Segala ombak juga badai mampu dihadapinya, tapi dia tidak pernah tandas, karam apalagi tenggelam. Semangatnya untuk diam dan berbakti sedikit demi sedikit mampu aku pahami.

Perempuan itu kapal dan memang harus tetap menjadi kapal bagimanapun zaman bermetorfosa. Perempuan boleh mampu berdiri sejajar dan duduk sama rata dengan laki – laki hari ini, tapi perempuan adalah kodrat satu tulang rusuk kiri yang harus menerima seberapa bengkok rusuk lain laki – lakinya. Dari ibu aku mengerti betapa walaupun dia telah memilih menjadi kapal yang hanya bisa diam dan bisa menurut pada kemudi nahkodanya, kebahagian adalah pelabuhan terakhir dari semua yang diperankannya.
Ibu melepasku dengan senyum biasa. Senyum yang disuguhkannya dari saat matanya terbuka hingga terpejam. Ibu menuai hasil atas semangat positif yang selalu dialirkannya kepada nakhodanya. Keluarga kecil yang tadinya berselaput mendung pelan – pelan memudar dan berganti sinaran lazuardi. Suaminya tak pernah mabuk lagi dan ibu tak lagi harus mengantri air setiap pagi juga berjualan gatuk karena roda sudah pasti berputar. Walau pelan tapi pasti dari bawah ke atas. Pasti

---

Rumah kami berubah menjadi sangat ramai beberapa bulan terakhir. laki – laki itu bagus sekali kurasa mengenakan batik. Aku jadi ibu bersanggul dan dia jadi ayah berpeci persis seperti puluhan tahun lalu. Aku yang adalah kapal dan dia yang adalah nahkoda dari kapalku akan melepas kapal baru yang nahkodanya kami restui sebagai jodoh.

Kupandangi dalam – dalam perempuanku yang raut wajahnya berseri. Sudah waktu rasanya aku harus menyampaikan rahasia yang bertahun – tahun lamanya aku simpan. Rahasia yang membuatku mampu mengarungi bahtera kehidupan setelah lajang. Rahasia turun temeurun yang kuyakini adalah ajimat sakti sebagai perlindungan setiap perempuan.

Aku akan melepas anak perempuanku yang akan menikah beberapa saat lagi

“ ibu akan mengatakan sesuatu padaku kan ? “

Anak perempuanku menangkap sorot mataku yang berkaca – kaca dan bibirku yang gemetaran. Aku tak ingin membuatnya cemas, aku bahagia telah sampai pada pelabuhan berikutnya. Aku akan meninggalkannya setelah ini. Kembali berlayar sendirian dengan terus memanjatkan doa suci yang selalu kukirim bersama nahkodaku kelangit untuk melindungi kapal yang kami buat dipelabuhan sebelumnya.

Kubenarkan posisi dudukku. Kualirkan gelombang percaya dari sorot mataku padanya, kurambati aliran yakin dengan menggenggam bahunya.

“ anakku. Ibu bilang perempuan itu kapal. Laki – laki datang kedermaga, memilih kapal dan mengemudikannya ke laut bebas. Perempuan yang adalah kapal akan menghadapi ombak, badai dan segala bentuk rintangan lainya. Kapal yang kuat tidak boleh menyerah untuk tandas, karam atau yang paling tragis; tenggelam. Perempuan yang memilih menjadi kapal harus ikhlas menerima semua yang digarisi didalam lembar hidupnya dan percaya bahwa nahkodanya akan membawanya kepelabuhan terakhir yang bernama kebahagiaan. “

Sekujur tubuhku dingin. Aku tahu perempuanku percaya dan yakin apa yang kuucapkan.dia juga merasa, merekam dan mencerna apa yang disaksikan pada hidup ibunya. Kurasakan keberadaan ibu di kamar pengantin anakku itu.

“ ibu hanya ingin kamu bahagia. Dan untuk bahagia tidaklah gampang. Kebahagiaan bukanlah barang mahal, tapi kebahagiaan juga bukan barang yang diobral dipinggir jalan. Kamu perempuan yang harus menjadi kapal. Jangan pernah bertanya mengapa nahkodamu menyakitimu atau bahkan meninggalkanmu, karna jika itu terjadi bertanyalah pada dirimu sendiri apa yang tidak mampu kau lakukan untuknya “
Anak perempaunku satu – satunya mengangguk. Tubuh kami bersatu. Tubuhnya, tubuhku juga tubuh ibuku. Perempuan yang memilih kapal akan berlayar dengan tangguh dan tak mengenal menyerah. Akan lahir Aisyah’ ra yang baru beberapa saat lagi seperti saat ibu melepaskanku dengan harapan mampu menjadi Ummu al mu’minin, ibu dari orang – orang beriman.
“ berlayarlah kelaut luas anak perempuanku. Kapalmu kuat dibesarkan gelombang “

-----
Iphank dw
08.22 pm – 19.08.09
( ditulis pada 21 April 2007 untuk kado ulang tahun ibu dan baru diselesaikan untuk bahan renungan pribadi; Laki – laki memilih kapal )

Jumat, 07 Agustus 2009

Cerpen : Nyamuk jagoan dan 200 ekor cakcakcak


Sedetik kami diam. Saling diam lebih tepatnya. Sedetik lagi kami hanya saling menatap. Bertatapan kurang lebih. Sedetik kemudian mulut terbuka hendak mengucapkan sesuatu. Sama – sama hendak mengucapkan seuatu lebih tepatnya. Sedetik kemudian kami hanya mampu saling menatap, diam dan tersenyum. Saling diam, saling tatap, saling senyum tanpa kata, tanpa bahasa tanpa apapun selain diam, tatapan dan senyuman. Detik – kedetik. Detik kemenit.

Lama aku diam. Begitu juga dia. Kami hening tanpa suara dilatari awan yang berarak membawa gemuruh sebagai tanda langit akan segera mencucurkan hujan. Bibir terkunci rapat hanya mata yang kuat menghujam. Kami saling menatap, tajam dan seperti tak lagi menangkap objek lain selain bola mata kami masing – masing. Langit sudah mendung. titik – titik airpun jatuh pelan – pelan dikening, menetes pada masing - masing senyum yang mengembang.

Aku tahu ada isyarat, ada padaku juga ada padanya. Deretan nada – nada minor membuka rentetan kata – kata kecil, kalimat – kalimat biasa juga paragraf – paragraf sederhana menuju cerita besar, tidak biasa juga istimewa. Aku percaya dan yakin sungguh, betapa hal – hal sederhana yang tak terencana dengan baik akan jauh lebih menarik dari pada sebuah rencana besar yang masterplan-nya digambar diatas millimeter block dan pastinya terutkan dengan rapi sehingga dengan asumsi sederhana itu artinya isyarat kami memutarkan tiap – tiap rol film dengan gambar – gambar dari peran yang berbeda namun sama – sama memiliki tema besar; ketertarikan.

Dia hanya diberi waktu beberapa detik untuk bertindak. Melancarkan rencana besar yang tak terencana demi sebuah keyakinan. Citra itu harus dibuat, adonannya harus siap 24 jam dan harus selalu baru karena kapanpun bisa ditumpahkan ke wadah cetak untuk dipanggang. Lalu rasa…

“ kayakinan itu berasal dari aksi yang ditambah resiko yang akan menghasilkan reaksi. Dan kali ini aksiku adalah aksi yang teramat sangat besar ditambah resiko yang teramat sangat besar pula sehingga sebagai hasil dari penambahan, reaksi yang akan timbul akan lebih besar dari aksi dan resiko dan itu artinya kabar baik. Kabar baik karena peluang besar hasilnyaadalah yakin “ Begitu gumamnya.
Nafasnya tersengal – sengal, terpacu dan menghasilkan sesak nafas . Gugup seakan ingin sekali pura – pura lupa kalau pernah merencanakan sesuatu sebelumnya sehingga patut untuk disiapkan secara dadakan termasuk mental. Namun apapun itu kini posisinya tegap. posisi mula - mula sebelum ledakan mesiu memecah garis mulai. Begitu ada kesempatan disitulah mesiu berbunyi dan posisi akan berubah setelah itu pastinya.

Dia melakukan maneuver tajam lalu menukik lalu mencengkram lalu berusaha memerankan karakter elang dengan sungguh – sungguh tanpa memasukan improfisasi gaya oleng yang tak pernah ada dalam skenario se- ekor elang menyelamatkan anaknya dari sarang penyamun. Tapi sesungguhnya ini benar – benar berbeda.

Situasinya berubah ketika fakta berhasil mematahkan dua kaki kursi belakang fantasi sehingga membuatnya jatuh terperosot kebelakang, terpental jauh dan tak kembali karena nyatanya dia tengah berada dalam situasi kritis. Hanya posisi – posisi fantastislah yang mampu menyelamatkan dirinya dan misi rahasianya karena fantasi yang sebenarnya adalah dia tidak akan pernah berubah menjadi elang.
Dengan bersusah payah akhirnya dia mampu menyeimbangkan posisi. Gerakan – gerakan kecil dengan pola – pola biasa dan maneuver – maneuver sederhana pelan – pelan menyelaraskan rasa percaya yang berarti rasa aman. Dan setelah itu dinding – dinding, tirai juga jendela hanya memiliki satu warna yaitu merah muda. suara “ cakcakcak “ lebih dari 200 pasang langkah yang berlari buas, penuh nafsu dan lebih tepat disejajarkan dengan suara terompet kidung kematian berupa menjadi irama akustikan manis dengan ornament - ornamen yang serupa dengan gerak menukik, memutar dan melesat lagi keudara dalam bentuk slow motion. Dunia begitu indah dalam irama akustik dan lampu diskopun tak mampu menghalau mata untuk merekam sejarah. “ aku yang membawanya, dia percaya. Aku dipeluknya erat, dia nyaman “ begitu gumamnya.

“ jika selamat, hasil besar akan menanti “ begitu gumamku.
Gerakan – gerakan asal yang spontan terekam dengan komposisi yang tepat. jarak mereka hanya terpaut dua langkah. Lekuk – lekuk tubuh jelas mebuat tertarik, memancing – memancing emosi 200 “cakcakcak” untuk semakin memburu dan ingin menyelesaikan permainan dengan licik karena merasa tak ada lawan yang pantas diladeni. Tapi 200 lebih cakcakcak itu tak pernah tahu apa yang diberkeliaran di kepalanya adalah penyataan bersedia melakukan aksi melindungi dan menerimo resiko terbesar seperti menjadi tumbal seumur hidup misalnya.

Nyamuk jagoan telah bersumpah sungguh – sungguh untuk melindungi dengan beraksi menghadang segala bentuk serangan. Nyamuk jagoan juga menandatangani surat perjanjian dengan harga dirinyanya bahwa tidak akan pernah menjadi pengecut dengan lari dari resiko yang terjadi. Nyamuk terselamatkan hanya mengangguk mewakili keinginan untuk membenarkan. Bersembunyi dibalik punggung nyamuk jagoan yang menarikan tarian mistis berjudul penyelamatan.
Kami tetap saling menatap. Membuka ingatan masing – masing tentang takdir pertemuan, takdir kedekatan dan yang paling sulit adalah tentang embaran takdir baru yang masih basah tintanya dan belum selesai ditulis. Takdir perpisahan, takdir terberat untuk dipublikasikan secara wajar. Takdir yang sampai detik terakhir hanya mampu diisi dengan kekosongan, hitam putih lalu abu – abu.

“ sedikit lagi jendela rumahmu akan terlihat dan setelah dinding ini kau akan selamat. Benar – benar selamat dan jangan pernah mencoba lagi “

Nyamuk jagoan terbang lurus, melewati belokan dan tetap lurus. Jendela rumah nyamuk terselamatkan telah nampak didepan mata. Namun tiba – tiba nyamuk jagoan merubah gerakannya, berhenti melarikan diri dan berputar – putar ditempat seakan – akan bermaksud mengejek 200 ekor lebih cakcakcak. Dan benar, gerakan berputar – putar yang lebih mirip gerakan tarian walz membuat mereka 200 ekor lebih cakcakcak seperti cacing kepanasan dan melompat – lompat dengan rahang terbuka lebar. Satu – satunya keanehan adalah nyamuk jagoan kembali bergerak, cepat dan yakin setelah merasa tetap menjadi satu – satunya perhatian, tapi dengan arah yang berubah. Bukan lurus, bukan kerah jendela tapi menukik tajam kebagian bawah.

“ kemana kita ? bukankah katamu aku akan segera benar – benar selamat ? jendela ada disana, sedikit lagi. Kenapa arahnya berubah ? “
Nyamuk terselamatkan menengok kekiri. Melihat jendela yang semakin jauh tertinggal dibelakang dan seperti hendak mengucapkan kata berpisah karena belum juga ada jawaban. Nyamuk jagoan terus menukik tajam. 200 ekor lebih cakcakcak terus bernafsu memburu punggung rupawan, tapi mereka tak tahu apa yang ada didalam kepala nyamuk jagoan.
“ peluk aku lebih erat. Aku ingin sekali memelukmu sendiri untuk memastikan eratannya tapi aku percaya kamu percaya padaku. Peluk aku, peluklah erat - erat “
Nyamuk jagoan berakting menoleh kebelakang. Memastikan nyamuk terselamatkan tetap yakin. Baginya keyakinan adalah satu – satunya alasan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan dan itu teramat penting baginya dan misi rahasianya.

“ setelah ini kau akan benar – benar selamat keran akan justru sebaliknya jika kita tak melakukan ini “
Nyamuk jagoan merasa telah benar – benar yakin untuk melakukan rencana besarnya. Misi rahasia yang telah disimpan rapi sejak lama demi sebuah pengakuan kini telah tertunaikan. Sebuah pertunjukan yang spektakuler harus selalu selalu memiliki atraksi penutup yang menawan dan menuai kagum. Sontak dunia akan menoleh dan memberikan standing applause walau sejujurnya bukan itu satu – satunya hasil yang diharapankan.

Nyamuk jagoan melakukan maneuver terakhir, gaya terbang paling mutakhir. Menukik tajam, dengan kecepatan penuh lalu menuju titik puncak. Nyamuk terselamatkan takjub dan takzim melihat apa yang ada beberapa meter dihadapan mereka. nyamuk jagoan tak memberinya jawaban tapi kini dia menemukan jawaban itu sendiri.

“ aku akan menjebloskan cakcakcak itu disana. Menghanyutkan mereka dengan semua ketamakan yang akhirnya hanya akan membawa sengsara “
Nyamuk terselamatkan menyungging senyum dan memeluk nyamuk jagoan dengan sangat erat. Dia telah memilih untuk terpukau lalu memberikan standing applause terlebih dahulu sebelum nyamuk jagoan menyampaikan maksud itu kepadanya.

Maneuver terakhir itu kini benar – benar menuju ketitik puncak. Lurus dan gemulai menuju adegan penutup. Nyamuk jagoan memperlambat kecepatan tempuhnya, menunggu 200 ekor lebih cak – cakcak yang semakin bernafsu, memastikan gerombolat seberat itu hanya melihat mereka bukan yang lain dan…

“ aku harap semuanya akan berakhir indah sesuai harapan “
Nyamuk terselamatkan mengeratkan pelukan sebagai isyarat “iya” untuk kalimat terakhir nyamuk jagoan lalu mereka kembali melesat dengan kecepatan tinggi. Lalu…

“ Kau tahu apa yang akan dilakukan nyamuk jagoan ? kau tahu apa yang telah dia korbankan untuk membayar kesempatannya ? “

Dia hanya menggeleng.

“ nyamuk jagoan membawa nyamuk terselamatkan ke rumahnya. Menggiring 200 ekor lebih cakcakcak masuk kedalam selokan, tercebur, mengalir bersama sisa – sisa pembuangan yang baunya memusingkan dan mematikan. Lalu membawa nyamuk terselamatkan pulang kerumahnya dengan selamat. benar – benar selamat “

Dibelakang layar, nyamuk jagoan menerima senyum sumringah dari nyamuk terselamatkan. Semua diluar dugaan, apa yang tak pernah terbayangkan sebelumnya menjadi kenyataan yang tersaji diatas piring cantik. Mata bertemu dan senyum itu benar – benar hanya tertuju pada satu titik.

“ dan titik itu aku “

Aku masih tetap diam. Begitu juga dia. Tak ada satu katapun yang berhasil keluar.mata kami hanya saling menatap. Entah sudah berapa tetes hujan yang pecah dikening, berapa juga yang pecah dipipi tapi baru satu yang pecah dari bola matanya. Sudah lama aku tak melihatnya menangis. terakhir kalinya adalah setengah tahun lalu ketika dia memilih kembali pulang dan memastikan pertemuan untuk bercerita tentang beban berat yang ingin sekali dibagikannya padaku. Kini aku melihat air mata itu menetes lagi. Aku membalasnya dengan senyuman. Senyum yang akan selalu begitu karena berarti deposito kebahagiaan yang aku dapat transferkan untuk membesarkan hatinya.

Waktu habis. Jendela akan segera ditutup dan tak ada obrolan apa – apa disisa waktu kecuali menikmati senyuman yang terimpikan sejak lama. Nyamuk terselamatkan mengucapkan kata berpisah, berbalik tanpa tahu alasan nyamuk jagoan melakukan aksi dan resiko apa yang akan dihadapi pahlawannya selepas itu.

“ Apa maksud yang sebenarnya dari aksi nyamuk jagoan menyelamatkan nyamuk terselamatkan dari 200 ekor lebih cakcakcak dan apa resiko yang diterimanya setelah itu ? “
Suara pertamanya dalam beberapa menit terakhir.

“ kamu belum menceritakanya. aku ketiduran dan kamu menyatakan itu sebagai hutang. “
Aku dengan segera ingin menjawab. Menyatakan kenyataan yang tersirat dibalik surat berisi cerita fiksi. Sebentuk khayalan buta yang keluar begitu saja sebagai dongeng sebelum tidur. Tapi aku kembali menangkap isyarat dan aku tahu aku hanya perlu menjaga tidurnya dan tak membuatnya terbangun ditengah malam karena ketakutan. Kami sama – sama takut, begitu kata isyarat. Sama – sama takut menghilang dan kehilangan. Rautnya kini campur – campur begitu juga rautku pastinya. Raut kami campur – campur. Tak berkedip, ketakutan dan air mata haru yang tertahan untuk berubah menjadi isakan. Waktu sudah tak cukup lagi.

“ aksi itu adalah bentuk pengungkapan. Bagian penentu tercapainanya angan – angan dan harapan. Aksi itu adalah momentum. Hari terhebat dari pertempuran rasa takut dan kebahagiaan. Aksi itu adalah bahasa tanpa suara. Pembuktian akan perasaan yang telah lama dipendam nyamuk jagoan kepada nyamuk terselamatkan. Walaupun setelah itu dia harus menghadapi bahaya besar ketika kembali pulang. Tapi alasannya kuat untuk tetap tersenyum. Isyaratnya terbayar setimpal dengan tatapan yang mewakili isyarat yang sama.”

“ mereka bertemu lagi ? “ tanyanya datar dengan tetap beradu pandang walau kini air matanya berlinang tanpa suara.

“ ceritanya cuma sampai disitu. Aku tak tahu bagaimana kelanjutanya “

Lima menit itu habis, waktu kami habis. Jendela terbuka mengingatkan waktu. Aku tetap berusaha untuk menahan langkahku tapi akhirnya dia menubruk tubuhku. Luruh dalam linangan air mata yang kini disertai isakan dan ucapan terima kasih serta ungkapan takut berpisah dalam hujan yang kini tak lagi rintik - rintik tapi lebih dari itu. aku tahu ada badai. padanya, juga padaku.

Mobil travel melaju meninggalkanku yang mematung didepan pagar dan dengan maneuver kecil yang sangat biasa akhirnya “dia” menghilang ditikungan dan sebentar lagi terbang jauh. Kami punya jawaban masing – masing. Jawaban yang adalah isyarat untuk menjawab pertanyaan terakhir yang tak sempat dijawab; akankah mereka bertemu lagi ?

Aku berbalik melepas kepergiannya, mengunci pagar dengan ketakutan wajar yakni tak mau kehilangan dan membuka pintu. Aku tahu dia kini telah terpuruk dijok belakang dengan tiupan angin dari dari jendela yang menghamburkan butir – butir air hujan. Kuayunkan langkah pertamaku kedalam rumah. 200 ekor bahkan lebih cakcakcak memenuhi ruangan, menatap buas dan siap – siap menyerang pada langkah berikutku. Aku bukan nyamuk jagoan yang mampu menyelamatkan diri. Aku hanya seorang muki, dan anya baru saja telah pergi. Namun seperti sumpah mati – matian juga janji dengan harga diri, jangankan 200 ekor. 2 juta cakcakcak akan aku hadapi. Bukan untuk menyelamatkan diri. Tetapi untuk bertahan sebelum kembali beraksi untuk resiko yang lebih manis dari ini.

“ Kita akan bertemu lagi” hatinya berdesir

Tanpa anya, muki kini diserang 200 ekor lebih cakcakcak. Setiap aksi memiliki resiko dan untuk itu sekali lagi nafasnya bergumam “ aku bertahan untukmu demi rasa cinta yang itu kuat dan murni sebagai alasan untuk tak akan pernah meninggalkan dan menunggu hujan badai reda“
-------
Iphank dw
Selesai : 04.04 am. 07.08.09
( sebuah dongeng sebelum tidur untuk tuan putri : Cinta yang itu kuat dan murni adalah alasan untuk bertahan dan tak berpisah. )